King Sejong Institute Tangerang
Setiap tahun pada tanggal 1 Maret, bangsa Korea memperingati hari Pergerakan Nasional yang disebut sebagai Samiljeol (삼일절). Hari peringatan Samiljeol menjadi bagian yang sangat penting bagi kemerdekaan bangsa Korea, sehingga baik untuk diperingati dan disebarkan kepada banyak orang termasuk di Indonesia. Dengan semangat ini, King Sejong Institute Tangerang mengundang siswa dan publik yang tertarik dengan cerita-cerita Samiljeol untuk hadir dalam acara Samiljeol Online Storytelling.
Dari sebelum pukul 10 pagi, beberapa siswa dan publik sudah ikut bergabung di dalam ruangan Google Meet acara. Acara dibawakan selama kurang lebih satu jam, dengan cerita-cerita yang dipersiapkan oleh Lee Chanyu, seorang mahasiswi Handong Global University, Pohang. Sekitar pukul 10:10 pagi acara resmi dimulai setelah pengisian daftar hadir oleh peserta. Pagi itu, terdapat kurang lebih 20 peserta yang hadir dari berbagai penjuru wilayah di Indonesia. Segera setelah semua berkumpul, Lee Chanyu pun memulai cerita peringatan Samiljeol yang dibawakan dalam bahasa Korea.
Samiljeol di Korea diperingati sebagai awal pergerakan yang membangkitkan seluruh warga Korea untuk berjuang demi kebebasan dari penjajahan bangsa Jepang. Waktu itu tahun 1919, Korea masih berupa kerajaan pada dinasti Joseon, yang dipimpin oleh Raja Gojong. Meski begitu, rakyat Korea tidak benar-benar bebas karena penjajahan oleh bangsa Jepang. Di jalanan, selalu ada polisi militer Jepang yang bertugas dengan membawa pisau dan pistol untuk menjaga rakyat Korea agar tidak berkumpul, merencanakan gerakan pembebasan. Saat itu juga terjadi kekerasan dan penganiayaan bagi rakyat-rakyat yang menyuarakan pendapatnya, atau menentang keberadaan bangsa Jepang.
Hingga suatu hari, terdengar rumor bahwa Raja Gojong meninggal. Meninggalnya Raja Gojong diduga diakibatkan oleh racun yang diberikan oleh pihak Jepang. Kabarnya pun, Raja Gojong sempat dianiaya sebelum meninggal. Rumor ini menimbulkan kemarahan besar dari rakyat Korea, hingga akhirnya 33 perwakilan nasional Korea mengadakan aksi protes di Taman Tapgul (탑골 공원) sambil meneriakkan Deklarasi Kemerdekaan. Menariknya, protes tersebut terjadi secara damai tanpa adanya kekerasan dan gencatan senjata. Protes terjadi pada tanggal 1 Maret 1919, sehingga sampai hari ini pun Samiljeol dikenang pada tanggal 1 Maret.
Hari Senin selanjutnya pada tanggal 3 Maret adalah hari pemakaman Raja Gojong. Sebanyak 33 perwakilan nasional negara tidak dapat menghadiri pemakaman karena tekanan dari tentara Jepang, dan akhirnya harus menyerahkan diri pada para tentara. Karenanya, masyarakat dan mahasiswa yang menunggu para perwakilan menjadi resah. Mereka mulai meneriakkan “Hidup Kemerdekaan Korea”, atau “대한 독립 만세” dalam bahasa Korea secara damai. Saat itulah tentara Jepang memulai aksi kekerasan dengan menggunakan pisau dan pistol, namun mulai dari saat itu seruan rakyat Korea tidak pernah berhenti.
Sebanyak 1921 aksi protes dijalankan, dan 6821 kematian yang tercatat akibat Pergerakan 1 Maret 1919 di Korea. Salah seorang mahasiswi Ehwa University, Yu Gwansoo, yang saat itu masih berusia 16 tahun melihat orangtuanya ditembak di depan matanya oleh tentara Jepang. Yu Gwansoo yang merasa sedih dan marah atas perampasan paksa negaranya oleh tentara Jepang pun melanjutkan Pergerakan Samiljeol yang telah dimulai oleh orangtuanya.
Belakangan, Yu Gwansoo ditangkap oleh tentara Jepang di usianya yang masih 16 tahun. Setelah mengalami kehidupan sulit dan banyak siksaan di penjara, Yu Gwansoo meninggal pada tahun 1920. Selain Yu Gwansoo, ada banyak bangsa Korea lain yang juga mengalami hal serupa, namun karena perjuangan mereka rakyat Korea bersikeras untuk mendapatkan kembali kemerdekaannya, sehingga perjuangannya diperingati dalam hari libur nasional hingga saat ini.